Kulturpedia
Selamat datang di Kulturpedia. Tempat di mana semangat kebudayaan terus tumbuh dan berkembang. Kami berdedikasi untuk merawat dan memajukan kebudayaan Indonesia. Dengan semangat menyala, kami berupaya menggali, melestarikan, dan menyebarluaskan warisan budaya yang tak ternilai. Bergabunglah bersama kami dalam perjalanan ini dan rayakan!
Literasi
Membuka wawasan, baca tanpa batas, karena ilmu itu asik!
Edukasi
Belajar seru, belajar makin paham dan tidak mudah terpapar hoaks.
Kerja Riset
Cari tahu lebih dalam, bicara pakai data, bukan sekadar asumsi.
Kebudayaan
Rayakan identitas bersama, karena budaya Indonesia ragam maknanya.
Sejarah
Kenali masa lalu biar langkah ke depan makin mantap
Arsip
Simpan jejak, jaga warisan, biar gak hilang ditelan zaman
Agenda #1
Menelusuri Batik Tulis Pekalongan dari Sejarah Batik Oey Soe Tjoen
Ini adalah agenda riset Kulturpedia yang pertama. Kami memulainya di Pekalongan, Jawa Tengah. Tepatnya di industri Batik Oey Soe Tjoen yang sudah masyhur di kalangan kolektor pengagum kain khas Indonesia ini.
Batik Tulis Oey Soe Tjoen
Batik Oey Soe Tjoen kini sudah berusia tiga generasi. Mbak Widya, sebagai generasi penerus kakeknya, selalu berupaya tidak hanya menjaga tradisi, namun juga memajukannya dengan tetap bergelut di industri seni batik tulis peranakan di Pekalongan. Mengenalkan kepada dunia satu bagian dari warisan budaya dunia yang diakui UNESCO.
Kulturblog
Beragam Ensikopedi Kebudayaan Indonesia

Koperasi-Koperasi Batik Menentang Kebijakan Menteri Iskaq
Pernah mendengar tentang Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)? Gabungan koperasi-koperasi batik ini berdiri pada 1948. Tepatnya pada tanggal 18 September, bertempat di Kantor Kementerian Kemakmuran, Jalan Malioboro nomor 85, Yogyakarta.[1] GKBI didirikan dengan tujuan menjadi wadah untuk mengorganisasi koperasi-koperasi batik di seluruh Indonesia kala itu. GKBI sebenarnya merupakan perkembangan dari

Gaun Michelle Obama, Oey Soe Tjoen, dan Batik 60 Ribu Rupiah Bu Tien: Jejak Busana Para Istri Pejabat
Busana tak sekadar penutup tubuh, melainkan kanvas tempat kuasa dan identitas historis. Di panggung politik global, istri pejabat—seperti Hillary Clinton dan Michelle Obama—mengartikulasikan hal yang kontras melalui pilihan fesyen yang mereka kenakan: yang satu dicerca karena pantsuit-nya yang androgini, yang lain dipuja karena gaun floralnya yang feminim dalam budaya populer

Batik Sebagai Nafas dan Denyut Nadi Pekalongan
“Kota batik di Pekalongan, bukan Jogja, bukan Solo” Penggalan lagu dari Slank berjudul “Sosial Betawi Yoi” itu mungkin terdengar mengejutkan bagi sebagian orang. Bukankah selama ini Yogyakarta dan Solo dianggap sebagai dua kota utama dalam peta batik Indonesia? Tapi jika kita menelusuri jejak sejarah, ada kebenaran yang tak bisa disangkal:

Nukilan Kisah Plagiarisme Motif Batik Era Kini dan Kolonial
Plagiarisme menjadi sesuatu yang tak bisa dilepaskan dalam perbincangan tentang industri batik. Bahkan hingga dewasa ini. Dari para perajin batik Tulungagung sampai kisah batik patron Ambarawa, kita bisa sedikit mengintip penyebab-penyebab, setidaknya, dari lapisan muka “gunung es” plagiarisme motif batik tersebut. Untuk itu, saya mengajak kawan pembaca untuk turut berselam